PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan primer pada saat ini,
apalagi sebagian besar masyarakat sudah menyadari pentingnya pendidikan dalam
menata masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu setiap negara senantiasa
berusaha memajukan bidang pendidikan, disamping bidang yang lain dalam rangka
mempersiapkan sumber daya manusia yang kompetitif dan berkualitas serta berusaha
mengejar kemajuan negara lain.
Satu dari sekian banyak masalah di era global yang
dihadapi Indonesia saat ini adalah masalah di bidang pendidikan. Masalah yang
belum teratasi pada saat ini terutama masalah yang berhubungan dengan kualitas
hasil pendidikan (Suyanto, 2007). Adanya kebijakan sertifikasi guru adalah salah
satu upaya nyata Pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme guru agar guru
sebagai aktor utama dalam pendidikan umumnya dan pembelajaran khususnya dapat
meningkatkan kompetensinya.
Seorang guru penting untuk menciptakan paradigma baru
untuk menghasilkan praktik terbaik dalam proses pembelajaran (Carolin Rekar
Munro, 2005). Oleh karena itu, ketika terjadi perubahan kurikulum dan terjadi
pergeseran tuntutan hasil pendidikan yang berkaitan dengan tuntutan pasar
kerja, maka gurulah yang harus berperan mewujudkan harapan itu. Ronald Brandt
(1993) menyatakan bahwa hampir semua usaha reformasi dalam pendidikan, seperti
pembaharuan kurikulum dan penerapan metode pembelajaran baru akhirnya
tergantung kepada guru. Tanpa guru yang mampu menguasai bahan ajar dan strategi
belajar-mengajar, maka segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan
mencapai hasil yang optimal. Hal ini berarti seorang guru tidak hanya
diharapkan mampu menguasai bidang ilmu yang diajarkan, tetapi juga menguasai
strategi belajar-mengajar.
Ilmu Kimia merupakan salah
satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari tentang sifat-sifat
zat, struktur zat, susunan / komposisi zat, perubahan zat, dan energi yang
menyertai perubahan zat. Dengan demikian objek yang dibahas dalam ilmu kimia
adalah zat atau materi.
Ilmu kimia tidak hanya
membahas tentang zat-zat secara teoretis, tetapi juga mencoba membahas secara
empiris. Hal ini disebabkan ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh melalui
kerja ilmiah, sehingga dalam mempelajari ilmu kimia ada dua hal yang harus dipelajari, yaitu aspek produk (fakta,
konsep, prinsip, teori, hukum) dan aspek empiris.
*)
Makalah disampaikan pada Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat Kerjasama
yang berjudul ”Pelatihan Pengelolaan Laboratorium Kimia untuk Guru-guru Kimia
Kabupaten Sleman” di SMA 1 Kalasan, tanggal 15 – 22 Juni 2010.
**) Dosen
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Yogyakarta
Oleh karena itu selain kita mempelajari produk-produk ilmu kimia, juga
sangat perlu untuk mempelajari bagaimana proses penemuan produk ilmu kimia
tersebut (proses penemuan konsep, prinsip, teori, atau hukum).
Dalam pembelajaran kimia sangat memerlukan kegiatan
penunjang berupa praktikum maupun eksperimen di laboratorium. Hal ini
dikarenakan metode praktikum adalah salah satu bentuk pendekatan keterampilan
proses. Bagi peserta didik diadakannya praktikum selain dapat melatih bagaimana
penggunaan alat dan bahan yang tepat, juga membantu pemahaman mereka terhadap
materi kimia yang diajarkan di kelas. Selain itu, bagi peserta didik yang
memiliki rasa ingin tahu tinggi, maka melalui praktikum mereka dapat memperoleh
jawaban dari rasa ingin tahunya secara nyata.
Namun demikian tidak semua SMA memiliki laboratorium yang
memadai, sehingga tidak semua konsep kimia yang diajarkan diikuti praktikum di
laboratorium. Untuk melaksa-nakan praktikum yang berkaitan dengan materi pokok
yang diajarkan di kelas diperlukan seperangkat alat dan bahan yang
kadang-kadang sulit dipenuhi oleh sekolah.
Ketiadaan alat dan bahan kimia sering menjadi kendala
tidak dilakukannya praktikum, meskipun guru pengampu memiliki petunjuk
praktikumnya. Oleh karena itu sangat diperlukan kreativitas guru kimia dalam
mencari alternatif bahan dan alat lain yang dapat digunakan agar praktkum tetap
dapat dilaksanakan. Dengan demikian pelaksanaan praktikum tidak bergantung pada
fasilitas laboratorium yang ada di sekolah, tetapi cukup menggunakan bahan dan
alat yang dengan mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan
kenyataan di lapangan, sebagian besar guru kimia relatif hanya sedikit
melakukan kegiatan praktikum, yaitu hanya bergantung pada alat dan bahan yang
tersedia. Padahal praktikum merupakan kegiatan wajib yang harusnya menyertai
setiap pembelajaran materi di kelas. Berkaitan dengan hal itu, maka penting
bagi guru kimia untuk dibekali pengetahuan mengenai bagaimana cara
mengembangkan praktikum yang berbasis lingkungan, sehingga kendala fasilitas
laboratorium yang tidak memadai dapat diatasi dengan baik. Pada kesempatan ini akan disajikan beberapa contoh praktikum
kimia sederhana dengan menggunakan alat dan bahan yang ada di lingkungan
sekitar.
KOMPETENSI KERJA ILMIAH
Seperti diketahui ilmu kimia menyangkut aspek empiris,
sehingga seorang guru kimia juga dituntut untuk memiliki kompetensi kerja ilmiah.
Adapun kerja imiah yang dimaksud meliputi
aspek penyelidikan/penelitian, komunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas
& pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah (Depdiknas, 2003 : 2).
Dengan
berlakunya KTSP saat ini, seorang guru dituntut untuk dapat menyajikan materi
ajar dengan berbagai pendekatan dan strategi yang kesemuanya diharapkan mampu
mengaktifkan peserta didik. Oleh karena itu, guru harus kreatif dan inovatif
menciptakan berbagai kegiatan yang tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi
di luar kelas dan laboratorium. Menurut John W. Hansen & Gerald G. Lovedahl
(2004) ”belajar dengan melakukan” merupakan sarana belajar yang efektif,
artinya seseorang akan belajar efektif bila ia melakukan. Hal ini sesuai dengan
yang diharapkan KTSP, dimana guru harus lebih banyak memberikan kegiatan aktif
kepada peserta didik, sehingga pemahaman peserta didik terhadap materi ajar
akan lebih efektif. Confucius menyatakan bahwa “what I do, I understand” (apa yang saya lakukan, saya paham (Mel
Silberman, 2002 : 1), artinya ketika seorang guru banyak memberikan aktivitas
yang bersifat keterampilan, maka peserta didik akan memahaminya secara lebih
baik.
Penelitian yang dilakukan Amy J. Phelps & Cherin Lee
(2003) yang dilakukan dari tahun 1990 – 2000 terhadap guru-guru baru yang
mengajar kimia menunjukkan bahwa semua guru tersebut setuju bahwa mengajar
kimia tidak dapat dilakukan tanpa laboratorium. Lebih lanjut dikatakan bahwa
laboratorium adalah esensial untuk mengajar sains, termasuk kimia. Namun
demikian, kompetensi kerja ilmiah seorang guru tidak hanya dapat diamati
melalui cara mengajar atau cara guru mendemonstrasikan suatu percobaan di
laboratorium, tetapi juga dapat ditinjau dari bagaimana seorang guru dapat
berkomunikasi ilmiah, mencip-takan percobaan sederhana yang dapat dilakukan peserta
didik di rumah sebagai bentuk kreativitasnya, dan juga sikap dan nilai ilmiah
yang ditunjukkan dalam kesehariannya. Di Amerika Serikat sebuah institusi
penghasil guru (semacam LPTK) menetapkan standar persyaratan bagi mahasiswanya
untuk lulus dalam pelatihan laboratorium sebagai bekal ketika mereka nanti
mengajar (Aldrin E. Sweeney & Jeffrey A. Paradis, 2003).
Menurut Sylvia Kerr & Olaf Runquist (2005) seorang
guru sebaiknya selalu berusaha meningkatkan kualitas profesionalismenya. Selain
memiliki bekal bagaimana mengajar sains yang baik, guru juga perlu memiliki
keterampilan laboratorium sebagai penunjang pelaksa-naan tugas di lapangan
serta kemampuan pemecahan masalah, sehingga tidak mudah menyerah ketika
menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan tugas mengajarnya. Dengan
keterampilan laboratorium yang baik dan kemampuan memecahkan masalah, seorang
guru senantiasa dapat berbuat dan berkreasi merancang kegiatan praktikum bagi peserta
didiknya meskipun dalam kondisi sarana dan prasarana laboratorium yang serba
kekurangan.
KIAT MEMANFAATKAN LINGKUNGAN SEBAGAI BAHAN PRAKTIKUM
Selain dituntut memiliki empat
kompetensi, yaitu kompetensi profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadian, guru
diharapkan juga memiliki kepekaan terhadap fenomena yang terjadi di sekitar.
Dimanapun ia berada, hendaknya mampu melihat lingkungan sebagai sumber
inspirasi yang diamati dan dapat dibawa ke ruang kelas. Nah ... mengenai
kepekaan ini, setiap guru akan memiliki tingkat kepekaan yang berbeda, tergantung
kesadaran dan keinginannya untuk benar-benar menjadi “guru secara total”. Hal
ini bukan berarti ada guru yang ½ guru, ¼ guru, tetapi kesadaran tersebut juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, latar belakang pendidikan, sosial
budaya, psikologis, lingkungan yang kondusif. Sebagai contoh, sangat jarang
dijumpai ada seorang guru yang demikian maju pola pikirnya berada di
tengah-tengah teman dan lingkungan sekolah yang tidak kondusif. Namun demikian
kita tidak perlu berkecil hati, karena kepekaan dapat dilatih dan diasah
melalui berbagai aktivitas yang mengarah ke sana, seperti sering diskusi dengan sesama
teman dari sekolah lain, mengikuti seminar, menjalin hubungan dengan pakar di
PT, membuka internet, membaca buku, dan sebagainya.
MEMANFAATKAN LINGKUNGAN
SEBAGAI SARANA PRAKTIKUM / EKSPERIMEN
Sesuai dengan anjuran Kurikulum yang sekarang dianut oleh dunia pendidikan di negara kita, bahwasanya diharapkan peserta didik bukan lagi sebagai objek pembelajaran tetapi juga sebagai subjek pembelajaran, maka keberadaan praktikum sebagai metode pembelajaran bidang studi sains / IPA merupakan suatu keharusan. Melalui praktikum peserta didik belajar menemukan konsep sendiri bersama-sama dengan teman sekerjanya dalam kelompok, sekaligus membantu pemahaman konsep yang diajarkan di kelas.
Kekurangan
atau tidak tersedianya berbagai bahan dan alat kimia seringkali menjadi kendala
tidak berlangsungnya suatu topik praktikum. Menghadapi kendala seperti ini,
sudah saatnya bagi kita yang berkecimpung di dunia pendidikan terutama mereka
yang terkait dalam proses pembelajaran, yaitu guru dan peserta didik memikirkan
jalan keluarnya. Seperti diketahui, bahwa “dunia kita adalah dunia kimia”,
artinya segala yang ada di dunia ini tidak terlepas dari aspek kimiawi. Hal ini
memberikan inspirasi bagi kita bahwa lingkungan sekitar sebenarnya merupakan
sarana untuk belajar kimia dan untuk menunjukkan fenomena-fenomena kimiawi
seperti yang tertulis dalam materi pelajaran kimia yang diajarkan di kelas.
Berikut
ini akan diberikan contoh berbagai bahan kimia yang dengan mudah dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi kita tidak tahu atau tidak menyadari bahwa bahan
tersebut dapat digunakan sebagai bahan praktikum sederhana.
1. Struktur Atom dan Ikatan Kimia
Untuk membuktikan bahwa dalam
atom terdapat partikel penyusun atom yang dapat bergerak, yaitu elektron dapat
dilakukan percobaan sederhana sbb :
Kertas adalah contoh sebuah materi yang terdiri dari
atom-atom. Tiap atom memiliki inti atom yang bermuatan positif dan elektron
yang mengelilinginya yang bermuatan negatif. Dengan menggosokkan balon ke
rambut, maka elektron pada rambut akan terlepas, sehingga menyebabkan balon
terkena pengaruh muatan negatif elektron. Ketika balon yang “bermuatan” negatif
didekatkan pada potongan kertas, maka muatan positif kertas akan tertarik
balon. Gaya tarik antara muatan negatif dan positif ini mampu mengatasi
gravitasi bumi sehingga potongan kertas melompat ke atas dan menempel pada
balon.
Percobaan ini sekaligus dapat menunjukkan pada kita bahwa yang dapat
bergerak dan berikatan dengan atom lain adalah elektron, bukan proton maupun
neutron.
2. Keberadaan Molekul
Untuk mengetahui bahwa air
terdiri dari molekul-molekul air, maka dapat dilakukan percobaan sederhana sbb
:
Letakkan 2 tusuk gigi secara berhadapan di atas permukaan
air dalam sebuah mangkuk. Celupkan tusuk gigi yang lain dalam larutan sabun,
lalu celupkan diantara dua tusuk gigi yang berhadapan tadi. Tusuk gigi yang
ujungnya dicelupkan ke dalam cairan sabun mampu mematahkan gaya tarik-menarik
antar molekul air, sehingga molekul-molekul air satu sama lain saling menjauh.
Gerakan saling menjauh ini akibat tali ikatan antar molekul air putus.
Percobaan ini membuktikan bahwa meskipun molekul tidak dapat dilihat tetapi
keberadaannya dapat diamati dari gejala yang ditimbulkan.
3. Laju Reaksi
Untuk menunjukkan factor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi, yang meliputi konsentrasi, suhu, luas permukaan,
dan katalisator, maka dapat dilakukan percobaan-percobaan sbb :
a. Konsentrasi
: mereaksikan asam cuka dengan soda kue, cangkang telur dengan asam cuka,
dimana konsentrasi asam cuka divariasi.
b. Suhu
: mereaksikan garam inggris dengan ammonia, dimana garam inggris dipanas-kan
pada berbagai suhu.
c. Luas permukaan : mereaksikan cangkang telur yang
dihancurkan dan utuh dengan asam cuka.
d. Katalisator : menyalakan gula batu dengan bantuan abu gosok/abu rokok sebagai katalisator.
4. Titrasi Asam-Basa (Asidi – Alkalimetri)
Untuk melakukan titrasi
asam-basa, terkadang kita tidak memilii indikator pp, maka dapat dilakukan
dengan mengunakan indikator alami, seperti daun kubis ungu, rhoeo discolor, kunyit, secang, dsbnya.
Indikator ini (terutama daun kubis ungu) memberikan perubahan warna yang tegas
ketika titik akhir titrasi tercapai, sehingga akan memberikan akurasi data yang
sama ketika menggunakan indikator pp. Peserta didik dapat melakukan titrasi
alkali-metri, yaitu menentukan kadar asam cuka di pasaran dengan pentiter NaOH.
5. Tekanan Osmosis
Untuk mengetahui terjadinya tekanan osmosis pada materi
sifat koligatif larutan, maka dapat dilakukan percobaan sbb :
Sediakan dua gelas, gelas yang satu diisi air sedangkan
yang satunya diisi air garam. Masukkan ke dalam kedua gelas wortel yang masih
segar dengan ukuran sama. Amati yang terjadi setelah 24 jam.
6. Penurunan Titik Beku
Adanya zat terlarut yang non
volatil menyebabkan larutan mengalami penurunan titik beku, hal ini dapat
ditunjukkan dengan cara meletakkan es batu dalam kaleng lalu menambahkan
sedikit air dan garam. Dengan menggunakan termometer akan nampak bahwa suhu
sebelum dan sesudah ditambah garam akan mengalami penurunan.
7. Udara Mengandung Uap Air
Ketika membahas tentang korosi,
kita mengatakan bahwa terjadinya korosi pada besi diakibatkan teroksidasi
oksigen di udara. Namun sebenarnya tanpa adanya uap air di udara yang
menyebabkan udara menjadi lembab, proses korosi tidak akan terjadi. Untuk
membuktikan bahwa udara mengandung uap air adalah :
Isi kaleng dengan es batu,
tambahkan secangkir air. Setelah permukaan luar kaleng mengembun, tambahkan 3
sendok garam ke dalam air es tersebut. Diamkan selama 5 – 10 menit. Nampak
bahwa embun di luar kaleng itu membeku. Udara mengandung molekul air dalam
bentuk gas, dan akan mendingin ketika bersentuhan dengan kaleng, sehingga
berubah menjadi air (embun). Garam menurunkan suhu air es yang berakibat suhu
kaleng turun dan membekukan embun yang ada di sekeliling kaleng.
8. Keberadaan Zat Besi pada Buah-buahan
Untuk mengetahui adanya zat besi
pada beberapa buah-buahan, seperti anggur, nanas, apel, arbei, dapat dilakukan
percobaan sbb :
Siapkan jus buah-buahan yang akan
diteliti, lalu tuangkan sedikit pada gelas bening. Tambahkan sejumlah yang sama
teh kental yang telah didiamkan kira-kira 1 jam. Aduk dan biarkan sekitar 20
menit. Angkat dan lihat di dasar gelas, apakah ada endapan. Bila belum ada,
biarkan lagi beberapa saat, dan lihat kembali dasar gelas. Endapan yang
terbentuk merupakan zat besi yang terkandung dalam buah yang bereaksi dengan
zat kimia dalam teh. Jumlah dan kecepatan terbentuknya endapan menandakan
banyaknya zat besi di dalam buah tersebut.
9. Koloid
Koloid merupakan campuran antara
zat terdispersi dan zat pendispersi, dimana ukuran partikel terdispersinya
lebih kecil dari suspensi tetapi lebih besar dari larutan. Percobaan tentang
koloud dapat dilakukan sbb :
Isi gelas dengan susu segar,
tambahkan 2 sendok makan cuka dan aduk. Biarkan 2 – 3 menit. Susu merupakan
contoh koloid, adanya cuka yang ditambahkan ke dalamnya menyebabkan partikel
terdispersi melekat satu sama lain membentuk benda padat yang disebut dadih
yang berwarna putih, sehingga cairannya menjadi bening.
10. Pelarut Organik Melarutkan Senyawa Organik
Alkohol adalah salah satu contoh
pelarut organik (non polar) yang banyak digunakan untuk mengekstraksi senyawa
organik (non polar) di laboratorium. Untuk membuktikan bahwa sifat pelarut non
polar melarutkan senyawa non polar juga, dapat dilakukan sbb :
Letakkan sekitar
15 buah cengkeh ke dalam gelas, lalu tuangi dengan alkohol sampai merendam seluruh
cengkeh. Tutup rapat, diamkan selama 7 hari. Setelah itu cobalah mengoleskan
campuran tersebut di atas punggung tangan, biarkan sebentar, maka akan tercium
bau wangi. Bau tersebut merupakan
hasil pelarutan minyak berbau harum yang terkandung dalam cengkeh.
11. pH Buffer
Untuk membuktikan
fungsi ion fosfat dalam berbagai minuman bersoda sebagai buffer, maka
dapat dilakukan dengan cara percobaan
sederhana, yaitu mengukur pH minuman bersoda tersebut sebelum dan sesudah
ditambah sedikit asam, basa, maupun pengen-ceran. Jika benar bahwa minuman
bersoda mengandung buffer fosfat, maka ketika ditambah sedikit asam, basa
(hanya 1 mL), atau diencerkan (hanya 10 kali), maka harusnya tidak mengalami
perubahan pH. Pengukuran pH awal / mula-mula dari buffer fosfat dilakukan
setelah busa minuman tersebut hilang, sebab adanya busa menunjuk-kan bahwa asam
karbonat (H2CO3) yang ada dalam minuman berubah menjadi H2O
dan CO2. Hal ini karena asam
karbonat merupakan jenis asam tak stabil (mudah terurai), sehingga gas CO2
terlepas ke udara dan H2O tetap tinggal di minuman. Jadi, habisnya
busa menunjukkan bahwa dalam minuman bersoda tersebut tinggal ada buffer
fosfat.
12.
Uji Amilum
Untuk
mengetahui ada tidaknya amilum dalam berbagai jenis makanan, dapat dilakukan
dengan menggunakan larutan iodin atau lugol. Jika dihasilkan warna biru / ungu
berarti sampel mengandung amilum.
13.
Penurunan Tekanan Uap
Untuk membandingkan penguapan larutan garam dengan air dapat dilakukan
percobaan sederhana, yaitu memasukkan garam ke salah satu gelas yang berisi air
dan dibanding-kan terhadap yang hanya berisi air. Masukkan ke dalam wadah
tertutup dan simpan selama 1 hari lalu ukur volum yang ada. Ternyata setelah didiamkan 1 hari ternyata volum larutan
pada gelas 1 yang berisi larutan garam tinggal
99 ml, sedangkan volum air pada gelas 2 tinggal 98 ml.
Demikianlah beberapa contoh praktikum yang berbasis
penggunaan berbagai bahan dan alat yang ada di lingkungan, sehingga
memungkinkan untuk dilakukan di sekolah dengan kondisi yang minim sekalipun.
Harapannya, Bapak / Ibu Guru dapat mengembangkan lebih jauh berdasarkan contoh
di atas.
PENUTUP
Dengan jumlah SMA/MA yang demikian
besar, tugas Pemerintah untuk memberikan pendidikan dan menyediakan sarana
prasarana sekolah yang lengkap menjadi sangat berat. Dalam kondisi yang
demikian, maka sudah sewajarnya kita tidak berpikir untuk selalu mengharap
uluran tangan dari Pemerintah bila ingin memajukan anak didik kita, tetapi
lebih berpikir bagaimana dengan kondisi yang serba sederhana dan cenderung
terbatas sarana prasarana ini kita dapat menyikapi dengan bijak. Peran aktif
guru memang sangat diharapkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Oleh karena kita sudah memilih pekerjaan mulia sebagai guru, maka mau tidak mau
kita harus mengemban tugas tersebut dengan baik. Hidup ini banyak pilihan, salah satu pilihan adalah menjadi makhluk Tuhan
yang berguna bagi orang banyak. Semoga profesi guru merupakan profesi pilihan
yang dapat digunakan sebagai sarana berbuat kebajikan kepada sesama (Amiiin).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. (1995).
Spiel das wisen schafft. Bergembira dengan sains. Terjemahan
: Hardjapamekas, Djajang, M. P. Bandung : Titian Ilmu.
Amy J. Phelps & Cherin Lee.
(2003). The power
of practice : what students learn from how we teach. Journal of Chemical
Education, 80 (7), 829 – 832.
Aldrin E. Sweeney &
Jeffrey A. Paradis. (2003). Addressing the professional preparation of future science teachers to
teach hands – on science : a pilot study of a laboratory model. 80 (2), 171
– 173.
Brandt, Ronald. (1993). What do you mean professional. Educational Leadership. Nomor 6 50,
March.
Carolin
Rekar Munro. (2005). “Best Practices” in
teaching and learning : Challenging current paradigms and redefining their role
in education. The College Quarterly. 8 (3), 1 – 7.
Depdiknas.
(2003). Standar kompetensi mata pelajaran
sains. Jakarta
: Depdiknas.
Janice
Pratt VanCleave. (1991). Gembira bermain
dengan ilmu kmia : 101 Percobaan yang Pasti Berhasil. Jakarta : Temprint.
Janice
Pratt VanCleave. (2003). Percobaan-percobaan
yang menakjubkan. Bandung
: Pakar Raya.
John W.
Hansen & Gerald G. Lovedahl. (2004). Developing
technology teachers : questioning the industrial tool use model. Journal of
Technology Education. 15 (2), 20 – 32.
Mel
Silberman. (2002). Active learning : 101
Strategi pembelajaran aktif. Yogyakarta :
Yappendis.
Sylvia
Kerr & Olaf Runquist. (2005). Are we
serious about preparing chemists for the 21st century workplace or are we just
teaching chemistry ?. Journal of Chemical Education. 82 (2), 231 – 239.
Suyanto.
(2007). Tantangan profesional guru di era global. Pidato Dies UNY 27 Mei 2007. Yogyakarta : UNY.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar